Banyak orang mengira Rocky Gerung selalu menang debat karena kepintaran semata. Faktanya, ia menguasai seni retorika dengan strategi rahasia yang jarang disadari lawan.
Rocky memahami, fakta dan logika tak selalu cukup meluluhkan lawan yang keras kepala. Ia justru menggunakan framing, data spesifik, dan ketenangan mematikan untuk mendominasi panggung debat.
Master of framing menjadi jurus andalannya. Rocky tidak terjebak dalam pertanyaan lawan, melainkan memutar percakapan ke lapangan yang ia kuasai, sehingga mengendalikan arah narasi.
Senjata berikutnya adalah data tajam. Rocky jarang menggunakan pernyataan umum, melainkan mengutip filsuf, teori politik, atau data akademis yang membuat lawan kelabakan mencari tandingan.
Strategi terakhir adalah gaya tenang nan sinis. Saat lawan terpancing emosi, Rocky tetap datar, sehingga membuat dirinya tampak lebih profesional sekaligus dominan.
Teknik ini selaras dengan prinsip debat Mehdi Hasan. Pertama, "Power of the Pause", di mana jeda hening singkat justru memperkuat bobot argumen yang disampaikan setelahnya.
Kedua, metode "Yes, and...". Alih-alih menyebut lawan salah, ia mengakui sudut pandang lawan lalu menawarkan perspektif lain. Pendekatan kolaboratif ini membuat lawan tak defensif.
Ketiga, fokus pada inti argumen. Rocky hanya menyerang satu titik lemah terpenting lawan. Ia tidak membuang energi membalas argumen kecil yang tak relevan.
Keterampilan ini tidak hanya relevan di panggung debat politik, tetapi juga bermanfaat dalam negosiasi bisnis, rapat kerja, hingga diskusi keluarga sehari-hari.
Dengan memahami seni debat ala Rocky Gerung dan Mehdi Hasan, siapa pun bisa menjadi komunikator persuasif, bukan sekadar tukang debat menjengkelkan yang hanya mengejar kemenangan kosong.
Mereka yang menguasai seni ini tidak mudah terjebak narasi menyesatkan, mampu membela pendapat elegan, serta lebih percaya diri menghadapi percakapan penting dalam kehidupan modern.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar