Orang kaya sebenarnya tidak mengejar hal rumit. Mereka hanya fokus pada satu pertanyaan: di mana perhatian manusia sedang terkonsentrasi paling besar saat ini.
Jawabannya jelas bukan di mal atau seminar, melainkan di media sosial. Platform digital kini menjadi pusat perhatian utama, tempat orang berkumpul setiap hari.
Gaji UMR memang cukup untuk bertahan hidup, tetapi tidak cukup untuk berkembang. Menunggu sistem berubah hanya membuat tertinggal oleh mereka yang beradaptasi cepat.
Orang kaya memahami prinsip penting: uang selalu mengikuti kerumunan. Bukan sekadar kerja keras, melainkan kerja strategis dengan membaca arus atensi publik.
Strategi ini bisa diwujudkan dalam beberapa langkah. Mulai dari kerja remote dengan gaji dua digit, sektor digital yang mengalahkan ASN, hingga memanfaatkan kecerdasan buatan.
Modal awal tidak besar. Cukup dengan ponsel pintar dan koneksi internet, peluang besar terbuka. Teknologi AI bahkan membuat pekerjaan lebih efisien dan cepat berkembang.
Contoh sederhana strategi kaya bisa dilihat dalam bisnis lokasi. Misalnya membuka toko telur di dekat gym, atau barbershop di area pencucian mobil.
Ide lain adalah membuka jasa cuci mobil dekat mal keluarga, toko mainan di sekitar rumah sakit anak, hingga laundry di kawasan padat mahasiswa kampus.
Tidak hanya offline, peluang digital juga melimpah. Membuat akun media sosial di tengah dua miliar pengguna aktif bisa menjadi tambang emas penghasilan masa depan.
Pertanyaan penting muncul: mengapa sebagian orang bekerja keras tetap pas-pasan, sementara sebagian terlihat santai tetapi uang terus mengalir? Jawabannya ada di strategi.
Orang kaya tahu bahwa keberhasilan bukan soal waktu kerja panjang, melainkan kecerdasan membaca peluang. Mereka selalu menempatkan diri di pusat arus perhatian.
Kini saatnya berpikir ulang. Kekayaan tidak lagi bergantung pada gelar tinggi, tetapi kemampuan beradaptasi, strategi bisnis cerdas, dan keberanian memanfaatkan momentum digital.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar