Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jampidsus resmi menetapkan mantan Mendikbudristek 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook untuk program digitalisasi sekolah.
Penetapan ini dilakukan pada Kamis, 4 September 2025, usai penyidik mengantongi keterangan 120 saksi, empat ahli, serta sejumlah dokumen yang memperkuat dugaan adanya kerugian negara triliunan rupiah.
Kejaksaan menduga tindakan Nadiem menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Angka ini masih menunggu verifikasi final dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Investigasi mengungkap rangkaian peristiwa mencurigakan, termasuk pertemuan awal dengan Google Indonesia pada Februari 2020. Dalam pertemuan itu, Nadiem diduga menyepakati prioritas penggunaan ChromeOS dalam pengadaan TIK.
Selanjutnya, pada 6 Mei 2020, Nadiem diduga menggelar rapat tertutup via Zoom dengan pejabat Kemendikbudristek. Anehnya, seluruh peserta diwajibkan memakai headset demi menjaga kerahasiaan rapat tersebut.
Dalam rapat itu, Nadiem diduga memerintahkan percepatan pengadaan Chromebook, meski prosedur hukum pengadaan resmi belum dimulai. Arahan ini menjadi sorotan penyidik.
Investigasi juga mencatat, pada 2019, menteri sebelumnya, Muhadjir Effendi, menolak penawaran Google setelah uji coba Chromebook gagal di sekolah daerah 3T karena akses internet buruk.
Namun, awal 2020, Nadiem justru menerima penawaran tersebut. Keputusan itu dianggap sebagai pembalikan kebijakan yang menguntungkan satu pihak sekaligus menutup opsi lain.
Spesifikasi teknis pengadaan kemudian “dikunci” dengan mewajibkan ChromeOS. Kebijakan ini menghapus peluang kompetitor seperti Windows atau Linux, serta dianggap melanggar prinsip persaingan sehat.
Situasi makin kontroversial ketika Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 diterbitkan. Regulasi ini mencantumkan ChromeOS secara resmi dalam juknis DAK Fisik, menggunakan dana negara membeli produk yang telah dipilih sebelumnya.
Atas tindakannya, Nadiem dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 KUHP. Saat ini, ia ditahan 20 hari di Rutan Salemba.
Kasus ini memukul program unggulan digitalisasi sekolah dan menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi, integritas pejabat publik, serta potensi intervensi perusahaan global dalam kebijakan pendidikan nasional.
Masyarakat kini menanti proses hukum selanjutnya. Skandal yang disebut terbesar dalam sektor pendidikan ini diyakini bakal menguji kredibilitas penegakan hukum Indonesia.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar