Fenomena 'kurang kerjaan' marak di media sosial: reaksi berlebihan saat pasangan tak memberi kabar seharian memicu debat soal kedewasaan dan kemandirian emosional.
Dalam percakapan viral, sejumlah komentar mengejek tingkah 'alay' dan kecemasan berlebihan saat tidak dihubungi, memancing kritik dari netizen hingga psikolog publik.
Beberapa warganet menyarankan fokus produktif: kerja, usaha, atau sekolah sebagai jalan mengurangi ketergantungan pada validasi hubungan emosional dan kesejahteraan pribadi sehari-hari ini.
Psikolog menilai kecemasan berlebihan kerap berkaitan kurangnya self-love dan kepercayaan diri, bukan semata sifat 'cewek' atau 'cowok' saja, melainkan kondisi emosional tertentu.
Fenomena FOMO emosional membuat individu merasa kiamat ketika pesan tak dibalas, memicu reaksi dramatik yang viral di timeline media sosial hingga komunitas.
Dialog publik sering diwarnai ejekan, namun ada pula suara mendukung empati, mengingat bukan semua perilaku lahir dari niat buruk tetapi dari kerentanan.
Praktisi sumber daya manusia menyarankan perusahaan dan komunitas edukatif membuka ruang diskusi soal kesehatan mental, manajemen emosi, dan literasi digital untuk remaja.
Bagi banyak perempuan muda, tekanan sosial menyeret pada kebutuhan validasi lewat chat, yang kadang menutupi masalah identitas dan tujuan hidup jangka panjang.
Solusi praktis disarankan: bangun rutinitas produktif, tetapkan batas digital, dan cari komunitas positif yang mendorong kemandirian emosional berkelanjutan serta keterampilan pengelolaan stres.
Cerita viral ini mengajarkan bahwa ejekan tak menyelesaikan masalah; edukasi dan empati lebih efektif membentuk kebiasaan dewasa yang sadar diri dan bertanggungjawab.
Netizen diarahkan untuk mengganti hinaan dengan ajakan berdiskusi, berbagi pengalaman, serta rekomendasi sumber belajar soal kesehatan emosional seperti kursus online atau lokakarya.
Akhirnya, menjadi dewasa berarti mampu mengelola kecemasan digital, menjaga harga diri, dan memprioritaskan pengembangan diri untuk kebahagiaan sejati.
Fenomena ini bukan sekadar guyonan; ia panggilan menyadarkan generasi muda agar lebih kuat, mandiri, dan emosional sehat secara bersama menuju masa depan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar