Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuat publik terkejut setelah mengungkap dugaan praktik lobi dalam penerbitan Surat Keputusan kuota haji tambahan oleh mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Menurut temuan KPK, Yaqut menerbitkan SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang mengatur pembagian 20 ribu kuota haji tambahan setelah adanya intervensi asosiasi haji.
Lobi tersebut mencuat setelah Presiden Joko Widodo bertemu Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Salman, pada 19 Oktober 2023 lalu.
"Asosiasi haji menghimpun travel agent untuk kemudian menghubungi pejabat Kementerian Agama terkait pengaturan pembagian kuota," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Jakarta, Selasa (9/9) malam.
Dalam lobi itu, asosiasi meminta jatah kuota khusus diperbesar. Hasilnya, SK yang diteken Yaqut membagi rata kuota tambahan menjadi 10 ribu reguler dan 10 ribu khusus.
Padahal, regulasi jelas mengatur porsi kuota haji Indonesia. Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji khusus seharusnya hanya sebesar delapan persen.
Dengan demikian, kebijakan Yaqut bertentangan dengan aturan yang berlaku. Seharusnya 92 persen kuota dialokasikan untuk jemaah haji reguler, sementara sisanya untuk haji khusus.
KPK menilai adanya pergeseran proporsi ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama terkait potensi konflik kepentingan dan keuntungan pihak tertentu dari penambahan kuota.
Publik kini menantikan langkah KPK selanjutnya. Apakah pengungkapan lobi kuota haji ini akan berkembang menjadi penyelidikan baru, atau berhenti sebatas temuan administratif.
Kasus ini memperlihatkan betapa isu pengelolaan ibadah haji bukan hanya soal pelayanan umat, tetapi juga rentan menjadi arena kepentingan politik dan bisnis besar.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar