Dalam podcast Deddy Corbuzier, kreator konten CanggihFit melontarkan kekhawatiran serius tentang dampak narasi Timothy Ronald terhadap ribuan pengikut mudanya.
Menurut CanggihFit, masalahnya bukan sekadar kerugian investasi kripto, melainkan efek psikologis jangka panjang pada fans berusia di bawah 20 tahun.
Deddy Corbuzier dan Dr. Akbar menegaskan, otak manusia—khususnya bagian prefrontal cortex—baru matang pada usia 25 tahun, sehingga pengambilan keputusan masih lemah.
Fans muda dinilai impulsif, mudah dimanipulasi, dan belum mampu berpikir kritis dalam jangka panjang. Hal ini menjadikan mereka kelompok paling rentan terseret ilusi.
CanggihFit menyebut, banyak remaja hanya meniru gaya Timothy Ronald, seperti bicara ceplas-ceplos, anti sekolah, serta mimpi kaya cepat lewat kripto.
Namun, substansi penting justru terabaikan, yakni kerja keras ekstrem, riset mendalam, serta kegigihan menghadapi kegagalan yang membentuk sosok Timothy sebenarnya.
Narasi kesuksesan kilat, dari usaha kecil lalu langsung memiliki supercar, menciptakan ilusi bahwa keberhasilan bisa instan tanpa proses panjang.
“Siapa sih yang nggak pengen? Tapi ini resep sempurna untuk mencetak generasi yang mau hasil tanpa proses,” kata CanggihFit dengan tegas.
Bahaya lain muncul dari kesimpulan remaja yang menolak sekolah, berpikir cukup bermain kripto untuk menjadi kaya seperti idolanya.
Padahal, Timothy sendiri dikenal obsesif dalam belajar dan terus mengasah keterampilan, bukan sekadar bergaya atau mengejar popularitas belaka.
Deddy menambahkan analogi keras: “Gue leg press 400 kilogram. Kalau anak baru coba, bisa kegencet. Tanpa konteks dan peringatan, itu berbahaya.”
Pakar menilai, tanggung jawab moral influencer kini dipertanyakan. Apakah mereka salah bila pesan disalahartikan penggemar paling rentan?
Fenomena ini menjadi peringatan penting. Jangan menelan mentah cerita sukses siapapun. Pelajari etos kerjanya, bukan sekadar gaya hidupnya.
Generasi muda diimbau lebih kritis dalam menyerap narasi publik figur. Jangan sampai terjebak mimpi palsu yang akhirnya hanya menyisakan kekecewaan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar