Perselingkuhan menjadi salah satu luka terdalam dalam rumah tangga. Banyak perempuan berusaha bertahan, meski hatinya berkali-kali dihancurkan oleh pengkhianatan pasangan.
Pertanyaannya, apakah cinta benar-benar berarti terus memaafkan, atau justru sadar kapan harus berhenti mengulang rasa sakit yang sama?
Fakta penelitian menunjukkan, pria yang pernah selingkuh memiliki kemungkinan delapan puluh persen mengulanginya kembali. Risiko semakin tinggi jika pasangannya mudah memaafkan tanpa syarat.
Awalnya, sang suami mungkin datang dengan penyesalan. Ia berjanji tidak akan mengulanginya. Namun kenyataan pahit sering membuktikan sebaliknya, luka kembali tercipta.
Pengkhianatan berulang tidak hanya menghancurkan kepercayaan, tetapi juga merusak harga diri perempuan. Rasa sakit itu menumpuk, meninggalkan trauma mendalam yang sulit dipulihkan.
Di balik kata-kata maaf, ada ketakutan besar. Takut kehilangan pasangan, takut anak-anak kehilangan ayah, atau takut dicap gagal dalam rumah tangga.
Namun apakah bertahan dalam luka adalah pilihan terbaik? Apakah bertahan berarti menjaga keluarga, atau justru membiarkan jiwa perempuan hancur perlahan?
Psikolog keluarga menekankan, memaafkan sekali mungkin wajar, tapi memaafkan berulang kali justru membuka peluang luka semakin dalam.
Terapi penjernihan jiwa menjadi salah satu cara untuk menyembuhkan trauma pasca perselingkuhan. Proses ini menolong perempuan memulihkan harga diri, kepercayaan, dan keberanian melangkah.
Cinta sejati bukanlah diam saat dikhianati. Cinta adalah keberanian menentukan batas, agar luka tidak terus diulang tanpa henti.
Istri harus sadar, cinta sejati bukan soal bertahan demi orang lain, melainkan juga melindungi diri sendiri dari penderitaan yang tak berujung.
Kadang, melepaskan bukan tanda kalah. Melepaskan justru bentuk cinta terdalam, karena berarti memilih diri sendiri yang pantas dicintai tanpa luka.
Tidak semua yang diperjuangkan layak dipertahankan. Ada kalanya, kepergian pasangan justru membuka jalan bagi kebahagiaan baru yang lebih sehat.
Mencintai diri sendiri adalah langkah pertama menuju pemulihan. Memberi izin pada hati untuk sembuh adalah keputusan paling berani seorang perempuan.
Saatnya perempuan sadar, berhenti memaafkan bukan berarti menyerah, melainkan bentuk nyata menghargai diri sendiri dan menutup siklus pengkhianatan.
Jika pasangan terus menghancurkan hati, pilihan terbaik mungkin bukan lagi bertahan. Pilihan terbaik adalah menyelamatkan jiwa dan menata ulang hidup.
Karena pada akhirnya, cinta sejati tak pernah membuat seseorang merasa hancur. Cinta sejati selalu membuat manusia tumbuh, pulih, dan berbahagia.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar