Banyak orang masih menganggap pajak hanya urusan laporan SPT tahunan. Faktanya, petugas pajak bisa meneliti gaya hidup Anda secara detail.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhak membandingkan penghasilan yang dilaporkan dengan pengeluaran nyata. Data tanggungan keluarga, biaya sekolah anak, kendaraan mewah, hingga liburan rutin, bisa jadi indikator pemeriksaan.
Jika angka penghasilan tidak sejalan dengan pola konsumsi, DJP bisa mengeluarkan panggilan klarifikasi. Proses ini dikenal sebagai uji kepatuhan, memadukan laporan pajak dengan gaya hidup aktual.
Seorang wajib pajak mengaku selalu tepat waktu melaporkan SPT. Namun, ia membiayai anak sekolah di luar negeri, memiliki dua mobil mewah, dan rutin liburan ke Eropa.
Ketika DJP mencocokkan data, muncul dugaan ada pemasukan yang tidak dilaporkan. Akhirnya ia menerima surat klarifikasi resmi dan terpaksa membuka informasi keuangan yang sebelumnya tidak pernah dicatat.
Kasus serupa semakin sering terjadi, seiring sistem digital pajak yang makin canggih. DJP kini bisa memantau rekening, transaksi kartu kredit, hingga aset yang dimiliki masyarakat.
Pendekatan ini disebut uji kelayakan penghasilan dan pengeluaran. Bila biaya hidup melebihi penghasilan tercatat, peluang dipanggil untuk pemeriksaan pajak akan meningkat secara signifikan.
Masyarakat diminta lebih transparan dalam melaporkan pendapatan. Pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi instrumen keadilan agar setiap warga berkontribusi sesuai kemampuan ekonominya.
Pakar menegaskan, gaya hidup mewah tanpa dukungan laporan pajak bisa memicu masalah serius. Lebih bijak jika semua pemasukan dicatat, agar terhindar dari risiko hukum.
Kesadaran pajak harus tumbuh dari diri sendiri. Dengan keterbukaan, masyarakat tidak perlu takut diperiksa, dan negara bisa membiayai pembangunan secara adil dan berkelanjutan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar