Omzet miliaran tak selalu menjamin keselamatan bisnis. Fakta ini terlihat dari sejumlah perusahaan raksasa Indonesia yang terpaksa pailit.
Salah satu penyebab utamanya adalah beban aset berlebihan. Semakin banyak cabang atau anak usaha, semakin besar pula beban operasional, pajak, hingga penyusutan.
Data BPI Danantara mencatat, jumlah BUMN beserta anak dan cucu usaha mencapai 1.050 perusahaan. Pemerintah berencana merampingkannya menjadi sekitar 200 entitas aktif.
Kasus ini menegaskan, menambah cabang tak selalu menambah profit. Jika semua biaya ekspansi ditanggung pusat, tambahan omzet justru habis oleh beban investasi.
Indomaret menunjukkan strategi berbeda. Perusahaan ritel ini justru mencatatkan laba bersih Rp1,8 triliun pada semester I 2025, naik 11,5 persen.
Ironisnya, laba itu diraih meski nilai aset induk turun dari Rp56,9 triliun menjadi Rp50,8 triliun. Strateginya justru efisiensi dan pembagian risiko.
Kunci suksesnya ada pada model franchise. Sekitar 60 persen gerai Indomaret dimiliki mitra, sementara pusat hanya fokus branding, supply chain, dan manajemen teknologi.
Dengan begitu, beban investasi fisik toko ditanggung mitra, sedangkan perusahaan induk tetap ringan. Hasilnya, cash flow sehat tanpa terbebani biaya masif.
Indomaret juga menggunakan skema bagi hasil adil: 60 persen untuk mitra, 40 persen bagi pusat. Sistem ini membuat semua pihak merasa diuntungkan.
Tak hanya itu, teknologi real-time membantu mengawasi stok, distribusi, dan penjualan. Satu tim pusat mampu mengelola ribuan toko tanpa pengawasan lapangan mahal.
Pelajaran jelas bagi BUMN: efisiensi lebih penting daripada sekadar jumlah cabang. Tambah gerai tanpa strategi bisa menambah stres, bukan keuntungan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar