Banyak pengusaha menganggap mengisi posisi kosong secepatnya adalah solusi. Padahal, salah rekrutmen bisa berubah menjadi silent killer yang menghancurkan bisnis perlahan.
Keputusan tergesa sering hanya berfokus pada teknis. Namun, skill bisa dilatih. Attitude, mindset, serta value individu justru jauh lebih menentukan keberhasilan tim.
Karyawan dengan skill tinggi namun attitude buruk biasanya merusak standar tim, menurunkan moral rekan kerja, sekaligus menguras energi manajer dalam jangka panjang.
Sebaliknya, kandidat dengan sikap positif walau skill belum sempurna cenderung loyal, mudah dibina, dan memberi kontribusi stabil untuk pertumbuhan perusahaan.
Karena itu, rekrutmen perlu menekankan tiga hal penting: kesesuaian value perusahaan, growth mindset, serta semangat kolaborasi demi menciptakan tim solid.
Jika ketiga indikator ini jelas sejak awal, risiko terbesar dapat ditekan sebelum karyawan bergabung, sehingga perusahaan terlindungi dari dampak domino berbahaya.
Efek salah rekrut tidak hanya terasa pada performa. Budaya positif bisa runtuh, biaya rekrutmen melonjak, hingga reputasi perusahaan merosot di mata publik.
Fakta menunjukkan memperbaiki tim salah rekrut jauh lebih mahal daripada membangun tim tepat sejak awal dengan seleksi ketat berbasis value dan kompetensi.
Di sinilah leadership diuji. Pemimpin sejati bukan sekadar mengejar target, tetapi berani menjaga standar dengan menolak kandidat yang tidak sesuai value.
Sistem seleksi objektif, bukan sekadar feeling, menjadi kunci. Leadership tegas membantu menghapus toksisitas sejak dini, sebelum berkembang jadi racun yang berbahaya.
Jika proses ini dijalankan konsisten, bisnis tak hanya punya tim produktif, tetapi juga kultur sehat, berdaya tahan, dan berumur panjang menghadapi persaingan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar