Pepatah lama “rajin menabung pangkal kaya” kini dipandang usang. Di era inflasi tinggi, menabung justru menjadikan seseorang miskin perlahan tanpa disadari.
Faktanya, tidak ada miliarder yang lahir dari sekadar menghemat. Kekayaan besar hanya tercapai melalui pertumbuhan pendapatan dan investasi agresif, bukan menekan pengeluaran.
Kita sering mendengar kisah orang bekerja puluhan tahun hanya untuk menikmati hasil tabungan di usia senja. Sayangnya, energi dan kesehatan sudah menurun.
Bayangkan punya Rp1 miliar di usia 25. Uang tersebut memberi keleluasaan menikmati hidup, mengambil risiko bisnis, dan mempercepat pertumbuhan finansial sejak muda.
Sebaliknya, Rp10 miliar di usia 60 hanya memberi kenyamanan. Waktu terbaik menikmati uang sudah terlewat, meninggalkan penyesalan yang tidak bisa ditebus.
Di era inflasi 10–15 persen, bunga tabungan 4 persen jelas merugikan. Menabung berarti melawan arus, membuat daya beli terus terkikis setiap tahun.
Satu-satunya cara menang adalah dengan fokus pada pertumbuhan. Tingkatkan penghasilan aktif lewat karier atau bisnis, kemudian investasikan agresif ke aset produktif.
Investasi memberi peluang return di atas inflasi. Saham, properti, hingga bisnis menjadi mesin kekayaan jangka panjang. Tabungan hanya berfungsi sebagai dana darurat.
Generasi muda memiliki keuntungan waktu. Dengan sedikit tanggungan, mereka bisa mengambil risiko terukur, belajar dari kegagalan, dan tetap punya waktu memulihkan kerugian.
Mindset shift sangat penting: hemat hanya untuk bertahan hidup, sementara investasi agresif adalah kunci meraih kebebasan finansial dan kemenangan sejati.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar