Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Hari Paru Sedunia diperingati setiap 25 September sebagai momentum global mengingatkan pentingnya paru sebagai organ vital penopang kehidupan. Tema tahun 2025 mengusung “Paru Sehat, Hidup Sehat” sebagai seruan dunia menjaga kesehatan pernapasan.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyerukan masyarakat, tenaga medis, lembaga pendidikan, dan pembuat kebijakan untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan paru. Langkah nyata harus dilakukan guna mencegah beban penyakit pernapasan yang terus meningkat.
Hari Paru Sedunia juga menyoroti upaya pencegahan, diagnosis dini, hingga pengobatan modern. Dukungan regulasi pemerintah, kesadaran publik, dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam melawan epidemi penyakit paru global maupun nasional.
Empat penyakit paru berbahaya menempati posisi penyebab kematian tertinggi di dunia. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, dan tuberkulosis masih menjadi ancaman utama bagi populasi global, termasuk Indonesia.
Data World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari satu juta kasus baru tuberkulosis dan lebih dari 100 ribu kematian setiap tahun di Indonesia. Situasi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan beban TB tertinggi kedua di dunia.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 300 ribu kasus dan lebih dari 50 ribu kematian per tahun. Sementara itu, kanker paru menempati posisi puncak penyebab kematian akibat kanker dengan 20 ribu kematian dari 30 ribu kasus baru setiap tahun.
Tak hanya itu, sekitar 9 juta orang Indonesia menderita PPOK dan 12 juta lainnya mengidap asma. Jumlah ini menegaskan tingginya beban penyakit paru yang terus menekan sistem kesehatan nasional.
"Penyakit paru akibat infeksi jamur juga meningkat. Pasien dengan HIV/AIDS, riwayat TB, atau yang dirawat intensif berisiko tinggi mengalami mikosis paru," kata Ketua Umum PDPI, Dr. dr. Arief Riadi Arifin via zoom meeting, Kamis (25/09).
Faktor risiko terbesar penyakit paru adalah merokok. Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan jumlah perokok aktif mencapai 70 juta, dengan 36% di antaranya adalah orang dewasa.
Lebih dari 70% laki-laki Indonesia adalah perokok, bahkan 56,5% di antaranya adalah remaja usia 15–19 tahun. Rokok konvensional maupun rokok elektrik (vape) sama-sama mematikan bagi paru.
WHO menegaskan klaim bahwa vape membantu berhenti merokok adalah mitos berbahaya. Faktanya, konsumsi rokok dan vape menyebabkan lebih dari 268 ribu kematian setiap tahun di Indonesia.
Cukai rokok sebesar 57% dinilai belum cukup menekan konsumsi. Studi WHO dan Bank Dunia menunjukkan kenaikan harga rokok 10% hanya menurunkan konsumsi 4–6% di negara berpendapatan menengah-rendah.
Biaya kesehatan akibat rokok di Indonesia mencapai Rp410 triliun per tahun, jauh lebih besar dibandingkan pendapatan negara dari cukai rokok sekitar Rp216,9 triliun pada 2024. Beban ini sebagian besar ditanggung BPJS.
Selain rokok, kebakaran hutan dan polusi udara memperparah kerusakan paru masyarakat. Data KLHK mencatat 487 kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2023 yang meningkatkan risiko penyakit paru.
Polusi udara dari kendaraan, pabrik, hingga rumah tangga menambah beban. Anak-anak dan kelompok rentan mengalami dampak paling berat, termasuk kematian prematur akibat kualitas udara buruk.
Perubahan iklim memperburuk kondisi pernapasan. Suhu tinggi meningkatkan kadar polutan seperti ozon dan PM 2,5. Kelembapan tinggi juga mempermudah penyebaran infeksi pernapasan.
Upaya pencegahan harus diperkuat, mulai dari imunisasi, skrining kesehatan, hingga kawasan tanpa rokok. Pemerintah didorong memperketat regulasi emisi, memperluas akses terapi, dan mendukung riset inovasi medis.
Terapi stem cell, oksigen hiperbarik, bronkoskopi, dan pemanfaatan kecerdasan buatan di bidang medis diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien paru kronis. Inovasi ini menjadi harapan baru kesehatan pernapasan.
PDPI mengajak masyarakat melakukan langkah sederhana menjaga paru, seperti menggunakan masker, menghindari polusi, berhenti merokok, rutin berolahraga, dan vaksinasi untuk melindungi paru dari infeksi berat.
Masyarakat juga diajak melakukan deteksi dini bila mengalami gejala seperti batuk kronis, sesak napas, nyeri dada, atau batuk darah. Akses layanan kesehatan perlu dimanfaatkan secara optimal.
Kolaborasi lintas kementerian, DPR, tokoh masyarakat, hingga media massa menjadi penting untuk memperjuangkan regulasi udara bersih, pengendalian rokok, dan ketersediaan terapi paru.
Hari Paru Sedunia 2025 menjadi pengingat bahwa paru sehat adalah kunci hidup sehat. Indonesia membutuhkan komitmen bersama menjaga kualitas udara dan kesehatan pernapasan warganya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar