Belakangan, jagat maya diramaikan usulan agar calon anggota DPR minimal bergelar S2 atau S3. Netizen menilai pendidikan tinggi bisa melahirkan pemimpin lebih bijak.
Wacana ini muncul setelah berbagai kebijakan DPR disorot publik. Banyak yang dianggap kontroversial, tidak pro-rakyat, bahkan merugikan masyarakat. Pertanyaannya: apakah masalahnya terletak pada kualitas SDM wakil rakyat?
Menjadi anggota DPR bukan sekadar duduk di kursi parlemen. Keputusan mereka menyangkut hidup jutaan rakyat. Di sinilah peran pendidikan tinggi dianggap krusial.
Pendidikan lanjut melatih seseorang berpikir kritis, melakukan riset, dan mengasah leadership. Bukan hanya sekadar gelar akademik, tetapi bekal untuk memahami kompleksitas bangsa.
Keunggulan pertama pendidikan tinggi adalah critical thinking. Mahasiswa S2 atau S3 terbiasa menganalisis masalah dari berbagai sisi sebelum mengambil keputusan, sehingga hasilnya lebih matang.
Keunggulan berikutnya adalah policy and research skill. Mereka dilatih merancang kebijakan berbasis data, bukan sekadar perasaan atau tren sesaat, sehingga kebijakan lebih objektif dan terukur.
Selain itu, jenjang lanjut juga mengasah leadership dan networking. Bertemu akademisi serta praktisi global melahirkan perspektif luas dan kemampuan memimpin dengan wawasan internasional.
Contoh nyata dapat dilihat di Singapura. Mayoritas menteri dan anggota parlemennya lulusan S2 atau S3 dari kampus top dunia seperti Harvard, MIT, dan Oxford.
Hasilnya, Singapura memiliki kebijakan ekonomi visioner, stabilitas politik kuat, serta tingkat kepercayaan publik tinggi terhadap pemerintah. Pendidikan tinggi jelas jadi modal strategis.
Dari perspektif psikologi politik, pendidikan bukan sekadar titel. Ia menjadi fondasi penting menghadapi kompleksitas tata kelola negara yang penuh tantangan dan perubahan global.
Maka tak heran jika banyak netizen menilai anggota DPR sebaiknya minimal lulusan S2. Semakin tinggi ilmunya, semakin siap mengabdi pada rakyat.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar