Pelaku usaha di sektor kuliner dan hiburan seperti kafe, restoran, hotel, bar, gym, hingga mal, wajib membayar royalti atas penggunaan lagu atau musik di tempat usahanya. Aturan ini bertujuan melindungi hak cipta para pencipta dan pemilik hak terkait.
Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 terkait pengelolaan royalti lagu dan/atau musik secara adil.
Menariknya, tarif royalti tidak dihitung berdasarkan jumlah lagu yang diputar, melainkan dari kapasitas kursi. Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016, tarif royalti ditetapkan sebesar Rp120.000 per kursi per tahun.
Dari total itu, Rp60.000 dialokasikan bagi pencipta lagu, dan sisanya untuk penyanyi serta produser sebagai pemilik hak terkait. Misalnya, kafe dengan 30 kursi harus membayar royalti sebesar Rp3.600.000 setiap tahunnya.
Proses pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang ditunjuk pemerintah untuk menghimpun dan menyalurkan royalti kepada para pemilik hak.
Meski usaha mikro dan kecil tetap diwajibkan membayar royalti, mereka bisa mengajukan keringanan berdasarkan kapasitas dan skala pemanfaatan. Keringanan bersifat proporsional dan dinilai secara administratif oleh LMKN.
Penting dipahami bahwa langganan Spotify, YouTube Premium, atau layanan musik digital lainnya hanya berlaku untuk konsumsi pribadi. Jika digunakan di ruang publik atau komersial, tetap harus ada izin resmi dan pembayaran royalti.
LMKN mengimbau pelaku usaha melakukan pelaporan dan pembayaran royalti secara berkala sebagai bentuk penghargaan terhadap hak kekayaan intelektual.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar