Pernahkah Anda melihat anak tampak sensitif, mudah cemas, atau menarik diri, padahal ibunya terlihat normal secara sosial?
Fenomena itu bisa terjadi bila sang ibu mengalami gangguan kepribadian. Psikologi klinis menyebut kondisi ini berpengaruh besar pada perkembangan emosional anak.
Salah satu dampak paling nyata adalah terbentuknya insecure attachment. Anak bisa menjadi clingy, takut ditinggal, atau justru menarik diri secara emosional.
Gangguan kepribadian membuat ibu sulit konsisten dalam pengasuhan. Hubungan emosional yang tidak stabil menyebabkan anak tumbuh tanpa rasa aman dan kelekatan sehat.
Selain itu, anak sering kesulitan mengatur emosinya. Mereka bisa mudah marah, cemas, atau terlalu sensitif karena pengalaman pengasuhan yang tidak konsisten dan penuh konflik.
Risiko lain yang mengkhawatirkan adalah meningkatnya kemungkinan anak mengalami depresi, gangguan kecemasan, bahkan perilaku menyakiti diri saat menginjak usia remaja.
Beberapa penelitian menemukan anak dari ibu dengan borderline personality disorder memiliki self-esteem rendah dan rentan meragukan nilai dirinya sendiri sejak dini.
Mereka juga cenderung menginternalisasi kritik berlebihan. Akibatnya, anak lebih berhati-hati, takut membuat kesalahan, dan membatasi diri dalam perkembangan sosial.
Lingkungan keluarga pun sering kali tidak stabil. Ibu dengan gangguan kepribadian kerap mengalami stres tinggi dan rendahnya sensitivitas terhadap kebutuhan anak.
Kondisi keluarga penuh konflik ini menambah tekanan psikologis pada anak. Akibatnya, mereka semakin sulit mengembangkan kesehatan mental yang kuat dan stabil.
Penelitian longitudinal bahkan menunjukkan anak berpotensi meniru pola kepribadian bermasalah. Risiko berkembang hingga dewasa jika tidak ada intervensi psikologis.
Psikolog menegaskan, dukungan sejak dini sangat penting. Terapi keluarga, parenting support, dan psikoterapi bisa membantu memutus rantai masalah emosional pada anak.
Kesimpulannya, memiliki ibu dengan gangguan kepribadian berdampak luas pada identitas, regulasi emosi, hingga kesehatan mental jangka panjang anak-anak mereka.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar