Dunia usaha menilai penetapan nilai alpha pengupahan 0,5–0,9 belum mencerminkan kondisi riil industri dan berpotensi menekan keberlanjutan usaha nasional.
Dunia usaha menyampaikan keberatan atas rentang nilai alpha dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang dinilai belum selaras dengan kondisi ekonomi dan tekanan nyata yang dihadapi pelaku industri.
Dalam dialog sosial tripartit Dewan Pengupahan Nasional, pengusaha mengusulkan alpha 0,1–0,5 pada 2025 di tingkat nasional, dengan pendekatan proporsional mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dan kemampuan dunia usaha.
Ketua Umum APINDO sekaligus Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Shinta W. Kamdani, menyebut kebijakan pengupahan harus menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlangsungan sektor usaha di berbagai daerah.
Ia menekankan pentingnya diferensiasi alpha antar wilayah berdasarkan rasio upah minimum terhadap kebutuhan hidup layak, agar tidak memicu ketimpangan regional serta menjaga daya saing industri lokal.
Menurut Shinta, sejumlah sektor masih tumbuh di bawah ekonomi nasional, bahkan mengalami kontraksi, seperti tekstil, alas kaki, furnitur, karet dan plastik, hingga otomotif yang padat karya.
“Dunia usaha memahami tujuan pengupahan untuk melindungi pekerja dan daya beli, namun kebijakan harus dijalankan secara hati-hati dan proporsional,” ujar Shinta dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).
Ia juga menyoroti tantangan struktural ketenagakerjaan, dengan pengangguran sekitar 7,47 juta orang, setengah menganggur 11,56 juta orang, serta dominasi sektor informal yang minim perlindungan.
Dunia usaha berharap kebijakan alpha pengupahan dirumuskan adaptif dan berkeadilan, agar industri bertahan, lapangan kerja formal tumbuh, dan perlindungan pekerja tetap terjaga.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










Tidak ada komentar:
Posting Komentar