Arah ekonomi Indonesia tahun depan makin terang setelah APINDO memproyeksikan pertumbuhan mencapai 5,0 hingga 5,4 persen dengan momentum kuat meski tekanan global meningkat.
Dalam penyampaian resmi di Jakarta, Selasa 9 Desember 2025, Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani menegaskan outlook positif tersebut lahir dari ketahanan ekonomi nasional sepanjang 2025.
la menjelaskan kuartal pertama 2026 diperkirakan menjadi periode paling kuat berkat dorongan musiman seperti Tahun Baru, Imlek, Ramadan, serta Hari Raya Idul Fitri.
Shinta juga menyoroti potensi perlambatan pada kuartal kedua dan ketiga ketika efek musiman mereda, sementara dukungan kebijakan belum tentu mampu menjaga momentum stabil.
Menurutnya, tekanan eksternal seperti tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan, serta volatilitas nilai tukar harus diantisipasi agar dunia usaha tetap memiliki ruang bergerak.
APINDO turut menyampaikan adanya sektor usaha yang tertinggal dari pertumbuhan nasional sehingga strategi lintas sektor diperlukan untuk menjaga pemerataan serta keberlanjutan produktivitas ekonomi.
Dalam proyeksi lebih rinci, inflasi tahun 2026 diperkirakan berada pada level 2,5 ± 1 persen, selaras dengan target Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas makro.
APBN 2026 juga diperkirakan memiliki defisit berada di rentang 2,7 sampai 2,9 persen terhadap PDB, menuntut disiplin fiskal yang konsisten dan efisiensi penggunaan anggaran.
Nilai tukar rupiah diproyeksi bergerak antara Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS akibat tekanan global dan potensi kenaikan suku bunga The Fed.
APINDO menilai kredit perbankan dapat tumbuh moderat pada 2026 dengan dukungan investasi dan ekspor yang menjadi pendorong utama pemulihan ekonomi nasional.
Target investasi Rp2.175 triliun dinilai masih realistis untuk dicapai melalui percepatan proyek strategis, perbaikan iklim usaha, serta keberlanjutan program hilirisasi.
Shinta menegaskan reformasi struktural tetap diperlukan untuk mengatasi hambatan domestik seperti konsumsi melemah, kualitas tenaga kerja, informalitas tinggi, dan risiko deindustrialisasi dini.
la menutup dengan penegasan bahwa kebijakan upah 2026 harus tetap berbasis data agar stabilitas industri terjaga dan daya saing nasional tidak melemah di tengah turbulensi global.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










Tidak ada komentar:
Posting Komentar