Kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EI) kini dinilai sebagai salah satu daya tarik utama seseorang dalam hubungan. Temuan ini berdasarkan studi ilmiah berjudul Assortative Mating for Emotional Intelligence oleh Magdalena Smieja dan Maciej Stolarski.
Riset terhadap 382 pasangan heteroseksual—baik yang masih pacaran maupun menikah—menunjukkan bahwa individu dengan EI tinggi cenderung memilih pasangan dengan tingkat EI serupa. Kemiripan ini muncul sejak awal hubungan, bukan karena adaptasi selama bersama.
Dalam laporan tersebut, aspek “perception” atau kepekaan terhadap emosi orang lain, menjadi prediktor terkuat dalam menentukan kecocokan emosional antar pasangan.
Apa itu Emotional Intelligence (EI)?
EI merupakan kemampuan mengenali emosi sendiri, memahami perasaan orang lain, mengelola emosi secara sehat, serta mengomunikasikan perasaan dengan bijak.
Perempuan dengan EI tinggi cenderung membuat orang lain merasa nyaman, dihargai, dan aman. Mereka tahu kapan harus diam, kapan memberi dukungan, serta tidak reaktif saat menghadapi tekanan emosional.
“Orang dengan kecerdasan emosional bikin kita tenang, bukan lelah mental,” tulis ringkasan riset tersebut.
Bahkan, studi ini menyarankan bahwa EI bisa jadi lebih penting dari IQ dalam membangun hubungan jangka panjang yang sehat dan suportif. Sebab, komunikasi yang penuh empati dan saling respek menjadi fondasi utama.
Berita baiknya, kecerdasan emosional bisa dilatih. Mulai dari mengenali emosi diri, belajar mendengarkan, hingga menenangkan diri sebelum bereaksi.
Bagi perempuan yang ingin menjadi pribadi kuat namun tidak meledak-ledak, mengenali luka lama, membangun batas sehat, dan memiliki mekanisme coping yang tepat adalah langkah penting menuju keseimbangan emosional.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar