Seorang founder Buzzle membagikan perjalanan pribadinya memahami makna sejati sebuah brand, dari sekadar menghitung modal hingga belajar menghargai nilai di baliknya.
Dulu, setiap minggu ia rutin mendatangi pabrik, toko bahan, hingga ke China mencari barang. Pengetahuan soal harga modal membuatnya skeptis terhadap harga jual brand mahal.
"Karena tahu proses produksinya, saya jadi tahu juga harga modal brand besar," ujarnya. Akibatnya, ia terbiasa membeli barang paling murah, meski tahu kualitasnya tak selalu sepadan.
Namun, titik balik terjadi saat sang istri menegurnya. "Bagaimana saya bisa membangun brand besar kalau tak bisa menghargai brand lain?" kata founder Buzzle mengenang tamparan batin itu.
Kesadaran itu mengubah pandangannya. Kini ia melihat setiap brand sebagai hasil perjuangan panjang manusia di baliknya-mulai dari tabungan terakhir hingga begadang demi kampanye sempurna.
Selama membangun Buzzle, ia bertemu ratusan founder yang menaruh seluruh tenaga, waktu, dan hidupnya dalam membangun produk. Ada yang menempuh R&D dua tahun, ada pula yang belajar ke luar negeri demi kualitas terbaik.
Semua proses itu, katanya, tak terlihat di etalase toko. "Harga mahal itu bukan cuma soal modal. Ada emosi, dedikasi, dan risiko hidup yang ikut dibayar," tuturnya penuh refleksi.
la pun kini menikmati setiap kunjungan ke toko brand premium, mempelajari detailnya dengan rasa kagum. "Saya tak lagi menghitung COGS, tapi menghargai kerja keras di balik brand," uiarnya.
Menurutnya, jika sebuah brand menipu konsumen, waktu akan menghukumnya. "Hanya brand yang memberi nilai tulus yang akan bertahan lama," tutupnya bijak.
Dari kesadaran itu, ia belajar; harga bukan sekadar angka, melainkan penghargaan terhadap perjalanan, ketulusan, dan semangat manusia membangun sesuatu yang bermakna.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar