Rektor Universitas Pancasila, Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A., menegaskan perlunya sinergi antara dunia akademik dan praktisi agar peraturan perundang-undangan benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat luas.
"Selama ini kolaborasi dua pihak tersebut masih jarang terjadi, padahal akademisi memiliki pemahaman teoretis hukum, sementara praktisi memahami dinamika penerapannya di lapangan," kata Prof Eddy usai Seminar Nasional ASIPPER 2025 bertema "Kolaborasi Akademisi dan Praktisi untuk Sistem Perundang-undangan Indonesia" di Jakarta, Kamis (23/10).
Menurutnya, Jika keduanya disatukan dan dirangkul DPR maupun pemerintah, maka hasil legislasi akan lebih realistis, filosofis, dan selaras dengan kepentingan publik.
la juga menyoroti pentingnya partisipasi publik (meaningful participation) dalam proses legislasi, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan melalui akademisi maupun praktisi secara transparan dan terarah.
Prof Eddy menegaskan, sinergi akademisi dan praktisi harus didasari nilai Pancasila serta UUD 1945 agar setiap regulasi berdiri di atas landasan hukum dan moral yang kuat.
la menambahkan, peran kampus sangat vital sebagai ruang temu antara pemikiran akademis dan praktik hukum yang nyata, mendorong terciptanya sistem perundang-undangan yang kokoh dan berkeadilan.
Melalui forum ini, para pengajar hukum dan perancang undang-undang berharap dapat memberikan rekomendasi konkret kepada DPR dan pemerintah terkait perbaikan tata kelola legislasi nasional.
"Harapannya, hasil seminar ini melahirkan rekomendasi kebijakan yang memperkuat transparansi dan efisiensi dalam perencanaan perundang-undangan nasional," tutup Prof Eddy.
Seminar ini menegaskan pentingnya sinergi akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan sebagai fondasi menuju sistem hukum Indonesia yang adil, partisipatif, dan berpijak pada nilai Pancasila.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar