Warga Darmo Hill Surabaya resah setelah Badan Pertanahan Nasional menolak perpanjangan sertifikat tanah sah mereka dengan alasan masih terikat Eigendom Pertamina.
Padahal, warga telah membeli tanah itu secara sah melalui notaris, memiliki sertifikat resmi, dan rutin membayar pajak selama bertahun-tahun.
Penolakan tersebut membuat warga terkejut. Mereka mempertanyakan dasar hukum BPN yang dianggap mengabaikan Pasal 32 Ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997.
Aturan itu menegaskan, jika sertifikat diterbitkan sah dan dimiliki dengan itikad baik selama lima tahun tanpa gugatan, klaim lain seharusnya gugur.
Masalah makin pelik karena BPN justru meneruskan surat keberatan dari Pertamina kepada warga, tanpa memberikan kepastian hukum yang melindungi hak rakyat kecil.
Sementara itu, istilah Eigendom sendiri merupakan hak kepemilikan tanah zaman kolonial Belanda yang seharusnya telah dikonversi menjadi Hak Milik sejak UUPA 1960 berlaku.
Ahli agraria menilai Eigendom sudah tidak relevan. “Jika negara masih mengakui itu, berarti kita mundur ke era kolonial,” kata praktisi hukum tanah, R. Sudrajat.
Warga pun menilai sikap pemerintah inkonsisten. Mereka berharap negara hadir menegakkan keadilan, bukan sekadar menjadi penonton dalam konflik rakyat versus korporasi.
Kasus Darmo Hill menjadi simbol rapuhnya kepastian hukum agraria Indonesia, ketika sertifikat sah pun belum tentu menjamin hak rakyat atas tanahnya sendiri.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar