Policy+ menyoroti rendahnya bankability proyek energi terbarukan di Indonesia dalam diskusi publik yang digelar di Jakarta, Selasa (7/10), bersama sejumlah lembaga riset nasional.
Bankability menjadi faktor utama penentu kelayakan pembiayaan proyek energi bersih. Namun, Indonesia masih tertinggal dibanding Vietnam dan Filipina dalam menarik minat investor global.
Dalam acara Media Luncheon dan Diskusi Publik, Direktur Policy+ Raafi Seiff menegaskan reformasi ekosistem BUMN sejalan dengan dorongan Presiden Prabowo untuk mempercepat target net zero emissions 2060.
Raafi menjelaskan, makna bankability perlu diperluas sesuai konteks global agar mendukung peran BUMN sebagai lokomotif transisi energi dan pendorong investasi hijau nasional.
Koordinator Investasi EBTKE Kementerian ESDM, Praptono Adhi Sulistomo, menekankan pentingnya pembiayaan inovatif serta kolaborasi multipihak dalam mendukung moratorium PLTU baru dan akselerasi energi terbarukan.
Verena Puspawardani dari LCDI menyebut sinkronisasi lintas kebijakan dan partisipasi aktif sektor swasta menjadi kunci efektifitas reformasi BUMN dalam mendorong investasi energi bersih.
Irvan Tengku Harja dari The Habibie Center menyoroti aspek keadilan sosial dan transparansi risiko lingkungan sebagai dasar penting dalam pembiayaan berkelanjutan dan transisi energi yang adil.
Sementara itu, Kenneth Nicholas, Wakil Direktur Policy+, menegaskan pentingnya membangun kepercayaan investor dan katalog profil nasional untuk menjembatani kesenjangan pendanaan energi terbarukan.
Menurut Via Azlia Widiyadi dari CSIS, kebijakan yang konsisten, stabilitas pasar, dan harmonisasi regulasi menjadi prasyarat utama agar investasi hijau di Indonesia semakin kompetitif.
Policy+ merekomendasikan tiga langkah strategis: memperkuat riset bankability, mengembangkan katalog investor nasional, serta mereformulasi mandat BUMN sebagai penggerak utama transisi energi.
Dengan sinergi kebijakan, transparansi, dan dukungan BUMN, Indonesia berpeluang besar memperkuat posisi sebagai pusat investasi energi hijau di kawasan Asia Tenggara.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar