Banyak influencer mengajarkan vibrasi tinggi dan healing spiritual. Namun, sebagian audiens justru merasa lelah, cemas, bahkan tertekan setelah menyimak pesan mereka.
Fenomena ini dikenal dengan istilah Jarkoni — “Iso ngajari, ora iso nglakoni,” yang berarti bisa mengajar, tapi belum mampu menjalankan ajarannya sendiri.
Menurut Dr. Stephen Porges, pencetus Polyvagal Theory, tubuh manusia membaca sinyal keselamatan bukan dari kata-kata, melainkan dari ekspresi dan getaran tubuh seseorang.
Inilah yang disebut neuroception: sistem saraf mendeteksi apakah seseorang benar-benar tenang, atau hanya berpura-pura tampil damai demi citra spiritual tinggi.
Karena itu, meski influencer berbicara soal healing, jika tubuh dan energinya masih menyimpan ketegangan, audiens tetap merasakan ketidaknyamanan batin.
Fenomena Energetic Misalignment ini terjadi ketika ajaran dan pengalaman pribadi tidak sinkron. Ajaran terdengar indah, tapi energinya membawa beban tak terselesaikan.
Seseorang bisa memiliki lisensi coaching atau bicara trauma, namun belum stabil secara emosional dan relasional — inilah akar energi yang melelahkan audiens.
Kita sering menyerap energi orang lain tanpa sadar. Tubuh tahu siapa yang berbicara dari kedalaman pengalaman, dan siapa yang hanya menjual kesan.
Belajarlah dari mereka yang tenang tanpa banyak bicara. Energi ketulusan menyembuhkan lebih dalam daripada kata-kata manis yang lahir dari ego.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar