Di dunia penjualan, ada strategi unik yang sering dianggap aneh namun terbukti efektif. Salah satunya adalah melarang calon customer membeli produk tertentu.
Kisah ini terjadi di sebuah pameran motor di PRJ Kemayoran. Seorang ibu datang menunjuk motor sport, namun sales justru menahannya membeli.
“Bu, jangan beli motor ini ya. Terlalu kencang, bisa berbahaya,” ucap sang sales. Kalimat itu langsung membangun kepercayaan mendalam.
Alih-alih memaksa closing, sales cerdas selalu bertanya lebih dulu. “Kalau boleh tahu, ini untuk Ibu sendiri atau untuk siapa?” ujarnya.
Pertanyaan itu membuat ibu bercerita, motor tersebut untuk anak perempuannya yang baru berusia 17 tahun. Papanya khawatir, anaknya ngotot.
Di situlah kebutuhan nyata muncul: motor aman bagi pemula. Empati sales menghadirkan rasa peduli, sehingga customer merasa dilayani dengan tulus, bukan sekadar ditawari barang.
Sales hebat tahu, bukan produk yang dijual, melainkan solusi atas kebutuhan. Closing menjadi lebih mudah karena trust sudah terbentuk sejak awal.
Namun, strategi ini harus tepat segmen. Jika customernya anak muda bergaya biker, pendekatan berbeda. Sales akan merekomendasikan motor tercepat sesuai karakternya.
Kuncinya hanya satu: gali kebutuhan. Tanpa fact finding, informasi salah bisa membuat customer kabur. Sales hebat selalu lebih banyak mendengar dibanding bicara.
Layaknya dokter, sales harus tanya dulu sebelum memberi solusi. Jika dokter asal kasih obat, risikonya salah. Sama dengan penjual asal sodorkan produk.
Sales terbaik bukan pendorong produk. Mereka mendahulukan kepentingan customer dengan bertanya, berempati, lalu memberi solusi yang sesuai kebutuhan nyata.
Sayangnya, banyak sales gagal karena terlalu banyak bicara tanpa memahami kebutuhan customer. Padahal, jika tekniknya benar, closing bisa jauh lebih mudah.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar