Di tengah gempuran krisis dan disrupsi industri, konglomerasi seperti Salim Group, Astra, Djarum, dan Wings Group justru terus berkembang. Keberhasilan mereka bukan semata karena diversifikasi, tapi karena membangun ekosistem bisnis yang saling menopang.
Salim Group, misalnya, tidak hanya menjual mi instan. Mereka mengelola rantai pasok dari hulu ke hilir—pabrik tepung, kemasan, distribusi, hingga ritel modern—sehingga menciptakan sinergi operasional.
Demikian pula Astra Group. Meski ekspansi lintas sektor, semua unit bisnisnya tetap berada dalam satu koridor yang saling mendukung: otomotif, pembiayaan, hingga infrastruktur. Strategi ini menumbuhkan efisiensi dan memperkuat daya saing.
Djarum Group memberi contoh visi jangka panjang. Setelah kokoh di industri rokok, mereka mengakuisisi BCA, lalu merambah ke sektor digital seperti Blibli dan Tiket.com. Semua dilalui bertahap, dengan fondasi kuat dan minim risiko.
Wings Group menjadi ilustrasi tentang pentingnya kontrol distribusi. Dengan jaringan logistik yang luas hingga warung dan minimarket, mereka menguasai jalur distribusi tanpa bergantung pihak ketiga. Distribusi adalah kunci dominasi pasar.
Di balik itu semua, regenerasi juga jadi faktor penting. Para pewaris tidak serta-merta diberikan tahta, melainkan diasah melalui pendidikan, magang, hingga membangun unit bisnis sendiri. Ini menciptakan pemimpin baru yang adaptif dan inovatif.
Tak kalah penting, konglomerasi ini punya apa yang disebut corporate foresight—kemampuan membaca sinyal perubahan dan menyesuaikan strategi sebelum disrupsi terjadi. Bukan sekadar ramalan, tapi kesiapan menyambut masa depan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar