Mantan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menggugat Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta pengurangan ancaman hukuman dari 12 tahun menjadi maksimal 3 tahun penjara.
Hasto menilai dirinya mengalami kerugian konstitusional karena pernah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pasal tersebut. Ia menganggap ketentuan itu terlalu lentur dan rentan disalahartikan dalam proses hukum.
Dalam petitumnya, Hasto menyoroti ketidakjelasan definisi “perintangan penyidikan”. Ia menyebut pasal itu bisa menimbulkan tafsir berlebihan, hingga membuat upaya hukum seperti praperadilan berpotensi dianggap sebagai bentuk perintangan.
Menurut Hasto, tindak perintangan seharusnya tidak dikategorikan sebagai bagian dari perbuatan korupsi. Ia menyebut ancaman hukuman dalam pasal tersebut tidak sebanding dengan sanksi untuk pelaku suap yang justru lebih ringan.
Sebagai pembanding, Hasto mengutip Pasal 5 UU Tipikor yang mengatur hukuman pemberi suap dengan ancaman 1 hingga 5 tahun penjara. Sementara Pasal 13 hanya menetapkan hukuman maksimal 3 tahun bagi pemberi hadiah kepada aparatur negara.
Dalam perkara sebelumnya, Hasto divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan demi memuluskan langkah Harun Masiku masuk ke DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Namun, dalam kasus perintangan penyidikan, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK. Vonis tersebut menguatkan argumen hukumnya atas ketidakjelasan pasal yang digugat.
Hasto kini telah bebas dari penjara setelah menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Amnesti itu membuatnya terbebas dari kewajiban menjalani hukuman yang telah dijatuhkan dalam kasus korupsi tersebut.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar