Bareskrim Polri resmi menghentikan penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang dilayangkan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Keputusan tersebut menuai kritik dari pelapor.
Langkah penghentian penyelidikan dituangkan dalam surat pemberitahuan SP3D yang ditandatangani Brigjen (Pol) Sumarto dan dikirim ke Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadillah, pada Kamis (31/7/2025).
Dalam surat itu, Sumarto menyebutkan bahwa dokumen yang diserahkan TPUA hanya bersifat data sekunder sehingga tak memenuhi syarat sebagai alat bukti hukum dalam perkara tersebut.
TPUA menolak keputusan itu. Mereka menilai penghentian penyelidikan tidak mengacu pada KUHAP dan Perkapolri. Dalam surat protes tertanggal 29 Juli 2025, TPUA menyatakan gelar perkara tak dihadiri Jokowi.
Rizal Fadillah menyebutkan, ketiadaan ijazah asli saat gelar perkara pada 9 Juli 2025 membuktikan proses tidak transparan. Ia menekankan pentingnya membedakan barang bukti dan alat bukti.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 184 KUHAP, alat bukti sah meliputi keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan pengakuan terdakwa. Ia mendesak agar proses dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Sebaliknya, Bareskrim menyatakan tak ada unsur pidana. Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan, ijazah Jokowi telah diuji oleh laboratorium forensik dan dinyatakan asli serta identik dengan dokumen pembanding.
Dokumen itu atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681 KT, diterbitkan 5 November 1985 oleh Fakultas Kehutanan UGM. Hasil labfor menyatakan kesamaan bahan, tinta, hingga cap stempel.
Djuhandhani menegaskan, hasil uji forensik membuktikan bahwa ijazah berasal dari dokumen yang valid dan sejenis dengan milik rekan seangkatan Jokowi. Penyelidikan pun dihentikan pada 22 Mei 2025.
TPUA tetap meminta gelar perkara lanjutan dan menilai penutupan kasus ini prematur. Mereka mendesak transparansi dan menyebut penolakan ini bukan bentuk politisasi, melainkan upaya mencari keadilan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar