Setiap pagi, seorang mahasiswa selalu tiba paling akhir di kelas. Awalnya, saya sempat berpikir ia hanya kurang disiplin atau malas menghadiri kuliah pagi. Namun kenyataannya jauh lebih dalam.
Perkenalkan, saya Izza Himawanti, dosen psikologi sekaligus kandidat doktor di Universitas Indonesia. Sejak 2013, saya aktif mengajar dan meneliti isu kesehatan mental serta menjadi narasumber berbagai forum edukatif.
Suatu pagi, saya putuskan mengajak mahasiswa tersebut berbincang. Dari obrolan singkat itu, saya menemukan cerita yang mengubah perspektif saya sepenuhnya.
Mahasiswa itu bekerja setiap malam menjajakan nasi goreng keliling hingga pukul 3 atau 4 dini hari. Saat menunggu pembeli, ia menyempatkan diri membaca materi kuliah dari layar ponselnya.
Bagi dia, kuliah bukan soal kecepatan lulus, tapi ketekunan dan ketahanan menjalani proses. Ia percaya bahwa sarjana diraih bukan dengan kemewahan waktu, melainkan keberanian untuk bertahan.
Dalam ilmu psikologi, hal ini dikenal sebagai Fundamental Attribution Error—kecenderungan menilai orang lain hanya dari perilaku luar, tanpa memahami realitas kehidupan yang mereka jalani.
Sering kali kita cepat menghakimi seseorang malas, lamban, atau tidak berkomitmen, padahal mereka tengah berjuang lebih keras daripada yang kita duga.
Dari kelas ini, saya belajar satu hal penting: mahasiswa bukan sekadar membutuhkan pengetahuan, tetapi juga ruang untuk dipahami sebagai manusia seutuhnya.
Hari itu, sang mahasiswa kembali datang terlambat. Bahkan hanya sempat masuk lima menit sebelum kelas berakhir. Tapi kali ini, saya menyambutnya dengan senyum dan pengertian, bukan prasangka.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar