Sosok Hafid tengah viral usai kisah hidupnya yang menyentuh hati publik tersebar di media sosial. Ia bukan pria biasa—lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) yang pernah menempuh pendidikan lanjutan di Singapura dan Italia.
Dulu, Hafid dan istrinya yang juga berprofesi sebagai dokter membuka apotek bersama di Jember, Jawa Timur. Putra semata wayangnya berhasil melanjutkan kuliah ke Jerman, menandai keberhasilan keluarga itu secara akademik dan profesional.
Namun, kehidupannya berubah drastis setelah sang istri dan anak tercinta meninggal dunia. Duka yang mendalam membuat Hafid memilih meninggalkan segalanya: karier, rumah, dan bisnisnya. Ia menutup apotek dan melepas semua fasilitas hidup modern yang pernah ia raih.
Kini, Hafid menjalani hidup sederhana di bawah kolong jembatan kawasan Kadilangu, Demak. Setiap hari, ia berjalan kaki ke Masjid Kadilangu untuk salat dan menyepi di makam Sunan Kalijaga. Sisanya ia habiskan dengan merenung dan berdiam di tempat tinggal seadanya.
Selama sembilan tahun terakhir, Hafid memilih jalan spiritual sebagai pelarian dari kesedihan yang membekas. Meski masih memiliki keluarga besar dan pondok pesantren di Jember, ia merasa lebih damai menjalani hidup di tempat sunyi tersebut.
Hafid sebenarnya anak tunggal, namun memiliki tiga adik angkat yang semuanya berkecimpung di bidang kesehatan. Meski mereka mengajaknya kembali ke rumah, Hafid selalu kembali ke bawah jembatan, tempat yang menurutnya memberi ketenangan hati.
Banyak pihak menilai kisah Hafid sebagai potret nyata dari dampak psikologis kehilangan mendalam. Namun, ada juga yang mengaguminya sebagai simbol keikhlasan dan pencarian spiritual yang tak mudah ditemukan di tengah hiruk pikuk kehidupan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar