Seorang pria bernama Fasal Hasan alias Luciano (50) resmi menjadi buronan setelah menipu pemesanan lagu manual, namun diam-diam dibuat menggunakan teknologi Al.
Polrestabes Semarang menetapkan Fasal sebagai DPO setelah pelaku kabur dari Jakarta Timur. Kasus ini sempat dipraperadilan, namun polisi memenangkan gugatan.
Pelaku diketahui tinggal di Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Polisi telah merilis identitas lengkap dan ciri fisik untuk mempermudah pencarian.
Luciano memiliki tinggi badan 178 sentimeter, berat sekitar 80 kilogram, rambut lurus panjang hitam, mata hitam, kulit sawo matang, serta tindik pada kedua telinga.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Andika Dharma Sena, membenarkan pihaknya pernah mendatangi rumah pelaku di Jakarta, namun Luciano sudah keburu melarikan diri.
Kasus ini bermula ketika korban memesan lagu dengan pengerjaan manual. Keduanya adalah musisi dan saling mengenal, sehingga transaksi terjadi tanpa kecurigaan awal.
Namun pelaku ternyata memproduksi lagu menggunakan Al, bukan alat musik manual seperti yang disepakati. Kualitas lagu dinilai tidak memenuhi standar kesepakatan.
Harga per lagu disepakati Rp2 juta. Korban bahkan memesan 60 lagu dengan total nilai Rp120 juta, dibuat sekitar Oktober tahun 2024 lalu.
Polisi menegaskan pelaku terjerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara jika tertangkap dan dinyatakan bersalah.
Kasus ini menjadi perhatian dunia musik digital, karena memperlihatkan penyalahgunaan teknologi Al untuk keuntungan pribadi dengan cara melanggar kepercayaan.
Banyak musisi berharap polisi segera menangkap Luciano. Para pelaku industri kreatif menilai kasus ini merugikan dunia musik dan merusak etika berkesenian.
Korban menyebut dirinya merasa tertipu secara moral dan finansial, karena pelaku memanfaatkan persahabatan dalam dunia seni untuk meraup keuntungan pribadi.
Polisi mengimbau masyarakat yang pernah bertransaksi dengan pelaku atau mengetahui keberadaannya untuk segera melapor agar proses hukum berjalan tuntas.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa teknologi harus dimanfaatkan secara etis, karena kelebihan Al seharusnya mendukung kreativitas, bukan merusak kepercayaan dan kerja profesional.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










Tidak ada komentar:
Posting Komentar