Cacat hukum kembali menjadi perhatian publik setelah sejumlah kasus perjanjian dan dokumen legal dinilai tidak sah karena penyimpangan yang merugikan masyarakat dan melemahkan kepastian hukum nasional.
Penjelasan terbaru disampaikan ahli hukum yang menegaskan cacat hukum terjadi ketika sebuah tindakan, perjanjian, atau keputusan tidak memenuhi ketentuan valid, baik secara prosedural maupun substansial sesuai aturan yang berlaku.
Fenomena tersebut mencuat karena banyak perkara melibatkan kesalahan administrasi, paksaan, penipuan, atau kekeliruan yang berakibat dokumen kehilangan kekuatan mengikat, sehingga menimbulkan kerugian bagi pemilik hak sah.
Salah satu perhatian utama adalah cacat formal yang mencakup kesalahan tata cara, seperti gugatan tanpa dasar hukum jelas atau surat kuasa tidak memenuhi syarat acara, yang kerap memicu sengketa panjang di pengadilan.
Terdapat pula cacat materiil yang terjadi ketika isi dokumen bertentangan dengan peraturan lebih tinggi, termasuk contoh pembuatan regulasi yang tidak mengikuti tata cara pembentukan undang-undang secara benar dan transparan.
Situasi semakin kompleks ketika cacat muncul dalam perjanjian yang dibangun tanpa kesepakatan murni, misalnya akibat penipuan, paksaan, atau kesesatan yang menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan demi hukum.
Salah satu kasus yang sering terjadi adalah sertifikat tanah bermasalah karena proses pengurusan disusupi unsur manipulasi, sehingga penerbitannya dapat dibatalkan dan menimbulkan sengketa kepemilikan berkepanjangan.
Masalah serupa juga terjadi pada akta hibah yang dinyatakan tidak sah ketika dibuat tanpa notaris, melibatkan objek bukan milik pemberi hibah, atau bahkan ditandatangani setelah pemberi hibah meninggal dunia.
Permasalahan tersebut menjadi pengingat bagi masyarakat untuk berhati-hati dalam setiap urusan legal, memastikan seluruh prosedur dipenuhi demi menghindari kerugian dan menjaga kepastian hukum yang melindungi semua pihak.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










Tidak ada komentar:
Posting Komentar