Kisah hidup luar biasa seniman dan aktivis Erros Djarot tersingkap saat peluncuran dua buku biografis di Jakarta, Selasa (11/11/2025), dalam forum yang dibedah Bambang Harymurti.
Peluncuran Autobiografi Erros Djarot Jilid I dan Apa Kata Sahabat menuai apresiasi luas, karena menegaskan kembali arti kejujuran, integritas, serta konsistensi seorang budayawan pejuang demokrasi Indonesia.
Bambang Harymurti mengaku dua kali begadang demi menamatkan buku yang sangat personal ini. Menurutnya, tulisan Erros jujur, emosional, dan mengoreksi persepsi publik yang berkembang selama bertahun-tahun.
Trauma perceraian orang tua sejak kecil tidak menghancurkan Erros. Luka masa kecil justru menempa karakter mandiri, tegar, dan tumbuh dengan empati sosial yang besar terhadap sesama manusia.
Kesaksian Laksamana Sukardi soal peran Erros ketika membimbing politik Megawati Soekarnoputri memperlihatkan kedekatan emosional serta sinergitas antar tokoh nasionalis pada momen penting KLB Surabaya 1993.
Dalam sambutannya, Erros mengaku awalnya ingin membawa seluruh kisah hidupnya sampai mati. la merasa perjalanan hidup cukup menjadi rahasia pribadi hingga akhir hayat.
Namun bujukan jurnalis Cak Anis membuat semuanya berubah. Kejujuran dan kepolosan sahabat itu meluluhkan hatinya untuk menuliskan kisah sejak kecil hingga menjelang usia 75 tahun.
Dukungan sang istri, Dewi, yang disebutnya sebagai mata angin kehidupan, memperkuat keputusan tersebut. Erros akhirnya kembali membuka luka lama dan menuliskannya tanpa sensor.
Ia mengaku banyak pengalaman hidup sulit dipercaya publik, terlebih di era politik pencitraan yang membuat kejujuran sering kalah oleh kepalsuan yang terorganisir dan sistematis.
Erros menyebut, jika kisah itu tidak dituliskan, maka itu dosa kebudayaan. Sebab pelajaran hidup seharusnya dibaca generasi muda dan menjadi cermin moral bangsa.
Dalam proses menulis, Erros berjanji jujur walau pahit. la tidak ingin mengada-ada atau menyakiti orang lain, tetapi tetap setia pada kebenaran fakta.
la menyampaikan terima kasih kepada Cak Anis dan Kukuh Bhimo Nugroho yang mendampingi hingga buku ini lahir, memperkaya dialog kebudayaan dan nilai kemerdekaan.
Ia berharap buku tersebut menjadi bahan renungan, agar publik kembali berani hidup jujur, merdeka, memerdekakan, dan tidak kalah oleh kepalsuan zaman.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










Tidak ada komentar:
Posting Komentar